Profesor Hukum Tatanegara Universitas Islam Indonesia Ni'matul Huda pada Seminar Nasional bertema, “Pemilu dan Integritas Hakim” di Auditorium Kampus UNG, Gorontalo, Kamis (19/9).
Gorontalo (Komisi Yudisial) – Pemungutan suara Pemilu yang diselenggarakan secara serentak pada praktiknya menyisakan banyak persoalan. Misalnya dari sisi kesiapan KPU dan perangkatnya kebawah sebagai penyelenggara, terdapat beberapa persoalan, baik terkait regulasi, pengadaan sarana dan prasarana pemilihan yang tepat waktu, kesalahan distribusi surat suara, surat suara yang rusak dan saling tertukar antar dapil. Bahkan kebijakan pelaksanaan pemilu serentak ini menyisakan duka mendalam bagi bangsa ini dengan meninggalnya ratusan jiwa petugas KPPS akibat kelelahan.
Persoalan-persoalan di atas menunjukkan bahwa kebijakan pemilu serentak belum diimbangi dengan kesiapan penyelenggara pemilu.
Profesor Hukum Tatanegara Universitas Islam Indonesia Ni'matul Huda menyorot isu tersebut sebagai bahan evaluasi terkait penyelenggaraan pemilu 2019 untuk menuju ke pemilu 2024, pada Seminar Nasional bertema, “Pemilu dan Integritas Hakim” di Auditorium Kampus UNG, Gorontalo, Kamis (19/9).
“Target pemilu serentak ini apa? Sisi positifnya dan kelemahannya apa?” tanya Ni’ma.
Menyinggung design pemilu, Ni’matul Huda mengatakan, “sebenarnya tidak cukup hanya regulasinya yang baik, tapi juga penyelenggaraan di lapangannya juga harus baik.”
Selain itu, Nimatul Huda juga menekankan isu keadilan pemilu. Ia mempertanyakan apakah setiap orang yang menjadi peserta, kemudian penyelenggara akan mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh keadilan dalam proses penyelenggaraan pemilu, dan dalam penyelesaian sengketa-sengketa pemilu.
Terkait pemilu dan integritas hakim, Ni’ma mengatakan, “Tantangan hakim itu sangat berat, godaan tinggi.” Oleh karena itu, integritas memegang peranan penting yang mutlak dimiliki seorang hakim.
“Yang paling sederhana untuk mendefinisikan integritas adalah, “bagaimana ada keselarasan antara kata dan perbuatan. Hal itulah yang harus di-tracking,” ujar Ni’ma.
“Makanya di KY untuk seleksi calon hakim agung itu ada tracking-nya. Kemarin juga di MK menggunakan jasa dari KY juga. Hal inilah yang menurut saya penting. Rekam jejak seorang hakim itu tidak bisa dibaca hanya ketika mengikuti tes. Catatan tentang perilakunya harus dilihat,” pungkasnya. (KY/Yuni/Festy)