Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon Hakim Agung (CHA) terakhir yang menjalani wawancara pada hari pertama Selasa (3/8) yaitu Artha Theresia Silalahi. Pada kesempatan itu Anggota KY Amzulian Rifai bertanya tentang perlunya hakim memiliki pengetahuan yang komprehensif, tidak hanya pengalaman teknis di bidangnya masing-masing.
Menjawab pertanyaan itu, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jakarta ini mengatakan setuju terhadap pandangan tersebut. Menurut pendapat Artha, semua hakim harus bisa menangani semua perkara baik itu perdata maupun pidana. Mahkamah Agung (MA), tambahnya, telah banyak melakukan usaha untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan para hakim melalui pelatihan-pelatihan. Topik atau bidang yang menjadi subjek pelatihan pun beragam misalnya perkara pidana anak, korupsi, perkara niaga, dan lain-lain.
“Mahkamah Agung sendiri sudah mengadakan begitu banyak pelatihan, pembinaan, sertifikasi dari semua bidang hukum tidak hanya pidana dan perdata. Di dalam pelatihan yang bersertifikasi, masing-masing hakim yang ikut itu akan diberikan sertifikat sudah mengikuti pelatihan misalnya latihan tentang untuk (perkara) anak atau untuk hakim (perkara) niaga atau untuk hakim (perkara) tipikor, itu sudah ada sendiri-sendiri,” ujarnya.
Mantan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang ini kemudian menceritakan pengalamannya ketika memimpin pengadilan. Ia mencoba untuk aktif menghubungi dan mengusulkan kepada Dirjen Peradilan Umum agar hakim yang menjadi stafnya bisa mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh MA.
“Saya selalu mengikuti ada website kita dari Dirjen mengenai pelatihan-pelatihan dan tanpa harus menunggu undangan biasanya saya menghubungi langsung dan mengusulkan supaya ada hakim saya yang diundang untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tertentu yang saya yakin pasti akan bermanfaat,” katanya.
Melalui pelatihan-pelatihan tersebut Artha berharap ke depannya MA memiliki hakim-hakim yang kompeten.
Adapun Wakil Ketua KY M Taufiq HZ menanyakan perihal motivasi Artha menjadi hakim agung. Artha menjawab, dirinya terinspirasi oleh ayahnya yang juga seorang hakim. Menjadi hakim agung, tambahnya, merupakan cita-cita seluruh hakim di Indonesia. Namun, ia mengakui prosesnya tidak mudah. Oleh sebab itu bila terpilih menjadi hakim agung ia akan fokus untuk merawat kariernya dan melaksanakan tugas sebagai hakim agung dengan professional.
"Yang penting itu adalah amanah. Saya bisa bekerja sesuai dengan tuntutan seorang hakim yang tugasnya adalah menegakkan hukum dan keadilan,” ujar perempuan yang sudah 29 tahun menjadi hakim ini. (KY/Dinal/Festy)