Cegah Contempt of Court, KY Perkuat Sinergisitas dengan APH
Komisi Yudisial (KY) kembali menggelar acara diskusi dengan hakim dan aparatur penegak hukum dengan tema “Upaya Pencegahan dan Penegakan Hukum terhadap Pelaku Anarkis di Persidangan dan Pengadilan” di Auditorium KY, Jakarta, Kamis (28/11).

Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY)  kembali menggelar acara diskusi dengan hakim dan aparatur penegak hukum dengan tema “Upaya Pencegahan dan Penegakan Hukum terhadap Pelaku Anarkis di Persidangan dan Pengadilan” di Auditorium KY, Jakarta, Kamis (28/11).
 
Diskusi dibuka dengan keynote speech oleh Wakil Ketua KY Maradaman Harahap. Dalam paparannya Maradaman menyampaikan, Komisi Yudisial sebagai Lembaga negara yang eksis dalam sistem ketatanegaraan, sejak amandemen ke-3 UUD 1945 mempunyai peranan yang strategis dalam menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat perilaku hakim. 
 
“Dengan peranan ini diharapkan KY dapat melaksanakan tindakan yang benar-benar menjunjung tinggi harkat martabat dan keluhuran hakim yang bersih, jujur dan professional selain itu KY juga akan berusaha melindungi hakim dari contempt of court,” ungkap Maradaman.
 
Terkait peristiwa contempt of court di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sempat viral beberapa waktu lalu, Maradaman mengatakan KY sangat memperhatikan kasus ini dan konsen dengan kasus tersebut.
 
“Di dalam UU tetang KY sebenarnya tidak mengenal istilah contempt of court tetapi pada pasal 20 ayat 1 huruf e UURI no. 18 tahun 2011 tetang perubahan atas UU no.22 tahun 2004 tentang KY menyebutkan KY memiliki tugas untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Untuk melaksanakan ketentuan pasal tersebut KY menyusun program advokasi terhadap hakim yang bersifat preventif dan represif sebagai upaya menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” urai Maradaman. 
 
Maradaman menjelaskan, advokasi secara preventif dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan mencegah masyarakat melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
 
“Sedangkan advokasi secara represif dilakukan dalam bentuk tindakan mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” jelas mantan hakim tinggi  ini.
 
Lebih lanjut, Maradaman menjelaskan, advokasi represif yang dilakukan KY diatur lebih lanjut didalam peraturan KY nomor 8 tahun 2013 tentang advokasi hakim.  
 
“KY telah berkali-kali melakukan langkah hukum terhadap masyarakat yang melecehkan peradilan maupun hakim. Namun dengan demikian tidaklah benar kalau kemudian sebagian orang menganggap KY hanya mencari kesalahan-kesalahan hakim. KY telah banyak berbuat untuk menindak perseorangan yang telah melakukan pelecehan terhadap peradilan maupun terhadap hakim,” tegas Maradaman.
 
Sebagai informasi, diskusi ini dihadiri dari unsur hakim, jaksa, polisi dan advokat dengan jumlah peserta 70 orang. Hadir sebagai pembicara Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Gatot Supramono, Koordinator Bidang Pidum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Abdul Basir, dan Kabag Dalops Biro Ops. Kepolisian Daerah Metro Jaya Appolo Sinambela.
 
Kegiatan ini merupakan kegiatan advokasi preventif dimana advokasi preventif ini memiliki program yaitu Judicial Eduction (JE). Program JE pertama kali berjalan pada tahun 2015 dan ditetapkan sebagai sasaran strategis KY pada tahun 2015 s.d. 2019. Selai itu, pada tahun 2015 ditetapkan menjadi bagian program prioritas nasional dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan melalui kesepakatan dalam bilateral meeting pada tahun 2015. (KY/Priskilla/Jaya)

Berita Terkait