Jakarta (Komisi Yudisial) – Dalam konferensi pers daring, Senin (3/5), Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mendapatkan pertanyaan dari media dan organisasi masyarakat yang hadir. Salah satunya menanyakan bentuk-bentuk pola pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Pola pelanggaran KEPPH selama ini ada hakim yang bertemu para pihak, hakim menunjukkan tindakan tidak adil pada para pihak dalam proses persidangan, asusila, tidak menjalankan aturan hukum yang berlaku bahkan yang paling mendasar. Sedangkan untuk hakim dikenakan sanksi berat pada tahun ini berupa non palu dua tahun karena melakukan KDRT.
“Yang melapor terjadinya pelanggaran bisa siapa saja. Namun rata-rata pelaporan dilakukan oleh individu, kemudian oleh advokat yang mewakili kliennya,” jelas Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi ini.
Sukma juga ditanyakan kecenderungan KY yang melakukan pemantauan melalui vitual, padahal ada Penghubung KY di daerah yang bisa melakukan pemantauan secara langsung. Sukma menjawab bahwa KY pusat mengerti kesulitan Penghubung KY dalam melakukan pemantauan secara langsung. Pilihannya KY meminta mereka melakukan pemantauan secara virtual, atau secara langsung dengan ancaman pandemi.
“Tapi tentu saja ancaman terhadap kesehatan menjadi prioritas bagi kami. Sehingga pemantauan melalui virtual lebih banyak dilakukan saat ini,” tegas Sukma.
Untuk itu bagi teman-teman pers dan masyarakat sipil, KY sangat berharap dapat membantu tugas-tugas KY agar dapat dijalankan seoptimal mungkin walaupun di masa pandemi. KY melakukan kinerja sebisa mungkin, jika terkendala covid KY akan cari cara lain. Hal tersebut semata-mata dilakukan untuk peradilan Indonesia yang bersih dan akuntabel.
“Tidak hanya laporan masyarakat, tapi informasi juga kami tindak lanjuti. Di pengadilan di daerah-daerah, ada terjadi intrik-intrik yang memungkinkan terjadinya pelanggaran. Jadi jika ada informasi seperti itu, silahkan disampaikan ke KY,” pungkas Sukma. (KY/Noer/Festy)