Medan (Komisi Yudisial) – Pengaruh independensi hakim tidak hanya berasal dari faktor internal, yaitu dari diri hakim. Namun gangguan independensi juga berasal dari faktor eksternal yang berkaitan dengan problem kesadaran dan pengetahuan hukum masyarakat dalam proses beracara di pengadilan yang masih kurang. Salah satu bukti adalah perusakan sarana dan prasarana pengadilan oleh massa, ancaman dan demonstrasi yang berlebihan, hingga berujung kekerasan fisik terhadap hakim. Hal ini tentu dapat memengaruhi independensi hakim dalam memutus sebuah perkara di pengadilan.
 
Demikian paparan Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus dalam pembukaan “Diseminasi Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim” di Aula Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Medan, Kamis (09/04).
 
Jaja menerangkan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011 Pasal 20 Ayat 1 huruf e, KY diberikan tugas melakukan langkah hukum atau langkah lain apabila ada orang /perorangan, kelompok atau badan hukum yang menggangu kredibilitas dan integritas hakim.
 
“Untuk mengantisipasi kejadian yang berulang di dalam maupun di luar ruang persidangan, KY mendorong DPR bersama Pemerintah agar bisa melahirkan UU yang berkaitan dengan contempt of court. Diharapkan ini dapat mendorong Mahkamah Agung lebih cepat dalam mewujudkan peradilan yang berwibawa dan agung di tahun 2025,” kata Jaja
 
Sebagai langkah awal, lanjut Jaja, sebelumnya KY telah melakukan survei tentang perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim terhadap 76 hakim di lingkungan pengadilan di Medan (PN, PA dan PTUN).
 
Hasil survei menyatakan, dari 76 responden pernah mengalami ancaman atau teror sebanyak 26 responden, 16 responden pernah melihat dan mengalami perusakan, penghancuran, pembakaran sarana dan prasarana pengadilan, dan 5 responden pernah mengalami kekerasan fisik. Hal lain yang terungkap adalah seluruh responden menyatakan ketidakpuasan atas keamanan hakim dan anggarannya, serta sebanyak 30 responden menyatakan solusi untuk meminimalisir atau menghilangkannya adalah dengan menerbitkan regulasi tentang Contempt of Court. (KY/Aran/Festy)

Berita Terkait