Nomor: 03/Siaran Pers/AL/LI.04.01/02/2020
UNTUK DITERBITKAN SEGERA
Jakarta, 22 Februari 2020
KY Dorong Hakim Gunakan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum
Malang (Komisi Yudisial) - Penangkapan Lucinta Luna atas kepemilikan psikotropika menghebohkan publik. Bahkan, netizen sempat memviralkan di media sosial soal kegalauan polisi yang akan menempatkan Lucinta Luna di sel perempuan atau laki-laki. Pasalnya, polisi sempat menyampaikan adanya perbedaan jenis kelamin Lucinta Luna pada KTP dan paspor lamanya.
Namun, polisi mendapatkan kepastian soal jenis kelamin Lucinta Luna adalah perempuan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 Desember 2019. Melalui amar putusannya, hakim telah memberikan ijin kepada Pemohon untuk mengganti status jenis kelamin yang semula berjenis kelamin laki-laki menjadi jenis kelamin perempuan serta pergantian nama dari Muhammad Fatah menjadi Ayluna Putri atau yang beken dengan nama Lucinta Luna.
Tentu ini bukan kasus permohonan ganti kelamin yang pertama. Anggota Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengungkap ada 5 kasus serupa pada 5 tahun terakhir terkait permohonan penetapan ganti kelamin di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Dunia peradilan merespons fenomena ini dengan variasi masing-masing karena ada dua alasan utama permohonan ganti kelamin, yaitu alasan medis dan alasan kejiwaan. Hakim cenderung lebih melihat alasan medis sebagai dasar utama dikabulkannya permohonan," jelas Farid saat melakukan Internalisasi Program Karakterisasi Putusan: Mainstreaming Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum, Jumat (21/2), di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.
Farid menambahkan bahwa hakim dapat dengan mudah mendapatkan referensi terkait hal itu melalui program nasional KY yaitu Karakterisasi Putusan. Sebelumnya, KY telah melakukan Analisis Putusan Hakim pada 2009-2015 dengan hasil penelitian bahwa kebanyakan hakim kurang memperkaya putusannya dengan sumber hukum lain seperti yurisprudensi dan doktrin.
"Karena fokus perbaikan tidak hanya terhadap perilaku, tetapi kualitas kinerja hakim, yakni putusan," papar Farid.
Sekilas tentang Program Karakterisasi Putusan
Sejak tahun 2019, Komisi Yudisial RI memiliki Program Prioritas Nasional, yaitu Karakterisasi Putusan Berbasis Aplikasi.
Program ini dihadirkan dalam bentuk aplikasi yang berisi karakterisasi putusan dengan basis anotasi putusan hakim. KY melakukan transformasi dengan melakukan pengembangan dalam bentuk website yang bisa diakses di www.karakterisasi.komisiyudisial.go.id dan aplikasi play store "Karakterisasi".
"Karakterisasi putusan dibuat untuk mempermudah hakim dalam membaca sebuah putusan dengan cara mengelompokkan indikator-indikator penting (karakter). Fungsi utamanya adalah memperkaya referensi sumber hukum yang berasal dari yurisprudensi," jelas Farid.
Referensi tersebut tidak hanya berangkat dari undang-undang, tetapi juga yurisprudensi dan doktrin. Oleh karena itu, lanjut Farid, KY mendorong para hakim untuk menggunakan yurisprudensi sebagai sumber hukum. Di dalam aplikasi ini menyediakan naskah asli putusan Yurisprudensi.
"Program ini diharapkan menjadi jembatan antara dunia praktik dan dunia akademik dalam menciptakan diskusi maupun diskursus tentang isu hukum tertentu," pungkas Farid.
Karakterisasi putusan ini memiliki daya guna karena disajikan dalam aplikasi berbasis website ataupun telepon seluler, sehingga dirasakan manfaatnya oleh para hakim, akademisi, peneliti, praktisi hukum, dan para pencari keadilan.
Farid Wajdi
Anggota Komisi Yudisial
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY
Jl. Kramat Raya No.57, Jakarta Pusat,
(021) 3906189
www.komisiyudisial.go.id
email: humas@komisiyudisial.go.id