Komisi Yudisial (KY) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Kompetisi Hukum Nasional Piala Mohammad Natsir yang merupakan rangkaian Universitas Islam Indonesia Law Fair 2016 pada 19-21 Maret 2016 di Yogyakarta.
Yogyakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Kompetisi Hukum Nasional Piala Mohammad Natsir yang merupakan rangkaian Universitas Islam Indonesia Law Fair 2016 pada 19-21 Maret 2016 di Yogyakarta.
Kompetisi yang terdiri debat hukum, legislative drafting dan karya tulis ilmiah ini dibuka oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Infromasi KY Farid Wajdi, Sabtu (19/3), di Ruang Sidang Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta.
Kompetisi yang diikuti 17 universitas di Indonesia ini sangat penting diselenggarakan karena dihadiri oleh calon-calon hakim di masa datang. Juru Bicara KY ini menjelaskan, hakim adalah Wakil Tuhan karena diberikan deligasi kewenangan oleh hukum untuk memiliki sifat-sifat Ketuhanan. Selain itu, dalam setiap perilaku yang dituangkan dalam putusan disertai irah-irah “Demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.
"Irah-irah tidak sebatas kata dalam suatu putusan, karena pada prinsipnya irah-irah tersebut menunjukan bahwa profesi hakim adalah profesi sangat mulia dan terhormat. Maka itulah hanya profesi hakim yang memiliki panggilan khusus “Yang mulia”,” jelas Farid.
Dalam kesempatan itu pula, Farid sempat menyinggung soal Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUUJH). RUU tersebut, tambah Farid, sebenarnya ingin memberikan proporsi yang wajar bahwa jabatan hakim adalah jabatan yang mulia.
Pada prinsipnya RUUJH tidak hanya terbatas pada independensi, tapi pada akuntabilitas. Putusan yang dibuat tidak hanya dipertanggungjawabkan hanya kepada dirinya dan Tuhan, tetapi juga kepada masyarakat.
"Karena itu, KY mengajak saudara-saudara untuk menyumbangkan pikiran-pikiran atau ide-ide yang terkait dengan draf RUUJH. Sebab walaupun telah masuk dalam proglenas, tetapi RUUJH belum menjadi prioritas bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kita perlu menyuarakan kepada DPR akan pentingnya RUUJH ini. Tidak sekadar legitimasi hakim sebagai pejabat negara, namun juga nilai-nilai akuntabilitas seorang hakim,” pungkas lulusan Universiti Sains Malaysia ini.
Hadir pada kesempatan itu pula Dekan FH UII Aunur Rohim Faqih dan Putri dari Mohammad Natsir, yaitu Aisyah Natsir. (KY/Noer/Festy)