CH ad hoc HAM Manotar Tampubolon: Kasus Rempang adalah Pelanggaran HAM
Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga adalah Manotar Tampubolon yang diminta pandangannya soal kasus Rempang. Menurutnya, kasus tersebut termasuk pelanggaran HAM.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga adalah Manotar Tampubolon yang diminta pandangannya soal kasus Rempang. Menurutnya, kasus tersebut termasuk pelanggaran HAM.

"Kasus Rempang adalah kasus menarik. Bisa saya katakan ada pelanggaran HAM. Sudah terjadi, di Rempang kehilangan beberapa etnis asli di sana. Kedua, sudah ada pemaksaan untuk pindah dari tempat mereka mencari pencaharian bertahun-tahun. Dan pelakunya ada dua, yaitu ada state actor atau aktor negara yang memberi izin kepada _non state actor_. Nonnegara yang saya lihat perusahan Indonesia yang melakukan pencaplokan di tanah pulau yang dimaksud," ungkap Manotar Tampubolon di Auditorium KY, Kamis (19/10).

Untuk itulah, Manotar ingin menjadi hakim ad hoc HAM, karena menganggap Mahkamah Agung (MA) masih kurang berani untuk memutus perkara yang dianggap membala masyarakat. Bahkan, Manotar melakoni profesi advokat untuk melayani masyarakat yang haknya terampas. Misalnya dalam kesewenang-wenangan penggusuran tanah. Ketika dilawan, di tingkat MA Manotar dan kawan-kawan kalah.

“Kalau yang saya lihat lembaga yudisial seperti MA dinilai cukup koruptif dari penelitian lembaga penelitian luar negeri. Hakim agung harus orang yang punya moral dan ketahahan moral. Kalau manusia yang punya modal kemandirian masuk ke MA, saya yakin MA jadi bagus, produk hukum juga bagus,” ujar Manotar.

Jika terpilih sebagai hakim ad hoc HAM, Manotar paham jika ingin mengubah keadaan di dalam MA sendiri, maka harus dimulai dari diri sendiri-sendiri. Manotar setidaknya melakoni prinsip integritas sendiri agar namanya tidak tercela sebagai sebuah integritas. Dengan memberi contoh, maka orang lain dapat melihat. Jika Manotar tidak berintegritas, maka tidak bisa menyebarkan prinsip tersebut ke kolega di MA. Integritas perlu diperjuangkan, karena MA milik bersama. Tidak perlu ada ketakutan terhadap tekanan, karena nasib ada di Tuhan. 

“Saya mengusulkan paradigma baru. Kita kurangi kongkow sesama penegak hukum. Di Amerika, advokat tidak kongkow dengan polisi atau hakim. Karena kalau sudah berkumpul, pasti bicarakan kasus sehingga bisa memengaruhi pendapat kita. Kita bisa mencontoh hal-hal baik dari negara maju tentang cara penegakan hukum,” pungkas Manotar. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait