CHA Yanto: Putusan PK Terbanyak adalah Pidana yang Lebih Ringan
Calon terakhir pada seleksi wawancara hari ketiga adalah Panitera Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Yanto. Calon ditanya mengenai tren upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) pada pidana khusus di MA yang jumlahnya menduduki peringkat pertama.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon terakhir pada seleksi wawancara hari ketiga adalah Panitera Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Yanto. Calon ditanya mengenai tren upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) pada pidana khusus di MA yang jumlahnya menduduki peringkat pertama. 

Naiknya jumlah PK awalnya disebabkan karena publik segan mengajukan upaya banding dan kasasi karena adanya sosok Hakim Agung Artidjo Alkotsar dengan putusannya yang ’tajam’. Namun, calon menjelaskan bahwa upaya PK saat ini jadi "favorit" karena KUHAP menjamin jika putusan PK tidak boleh melebihi putusan sebelumnya ataupun setidaknya sama dengan putusan yang diajukan upaya hukum. Calon juga mengungkap bahwa putusan PK yang paling banyak adalah putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

”Selama menjadi panitera muda selama dua setengah tahun, tidak pernah ada putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dan pembatalan tuntutan penuntut umum. Namun, yang paling banyak di MA adalah memutus penerapan ketentuan pidana yang lebih ringan,” jelas Yanto.

Masih membahas tentang PK, panelis menguji sejauh mana pemahaman calon mengenai  putusan PK yang tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum. Calon menjabarkan bahwa alasan dari jatuhnya putusan PK tersebut adalah adanya nebis in idem, daluarsa, serta waktu pengajuannya.

PK dalam sistem hukum di Indonesia merupakan suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. PK dapat dilakukan dalam kasus perkara Perdata maupun Pidana. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait