CHA Sigid Triyono: Berkomitmen Jaga Integritas
Wawancara calon hakim agung (CHA) hari ketiga, Rabu (18/10), masih dilaksanakan untuk Kamar Pidana. Selain tujuh Anggota Komisi Yudisial (KY), hadir pula pakar kenegarawanan mantan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari, dan mantan Hakim Agung Parman Soeparman dari unsur pakar kompetensi bidang. CHA pertama yang diwawancara adalah Sigid Triyono.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Wawancara calon hakim agung (CHA) hari ketiga, Rabu (18/10), masih dilaksanakan untuk Kamar Pidana. Selain tujuh Anggota Komisi Yudisial (KY), hadir pula pakar kenegarawanan mantan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari, dan mantan Hakim Agung Parman Soeparman dari unsur pakar kompetensi bidang. CHA pertama yang diwawancara adalah Sigid Triyono.

Sigid sempat mengungkap alasan mengikuti proses seleksi calon hakim agung. Ia melihat fenomena di MA yang sangat dahsyat, sehingga berkomitmen untuk mencegah terjadi pelanggaran.

“Tertangkapnya teman kita, dan mantan atasan saya, membuat saya berpikir bahwa mengapa sudah senior dan jabatan tinggi, pengalaman malang melintang, bisa begitu? Hal itu kemudian menjadi motivasi saya untuk memberi warna tersendiri di MA. Jika saya menjadi hakim agung, saya akan mencoba di lingkungan saya sendiri agar hal tersebut tidak terjadi MA,” ungkap Sigid.

Sigid pernah masuk dan melihat ruangan kerja hakim agung. Di ruangan kecil tersebut, jika Sigid menjadi hakim agung, akan menanamkan nilai-nilai yang dapat mencegah terjadinya pelanggaran yang membuat MA tercoreng. Sigid akan mengajak panitera pengganti (PP) untuk memperbarui komitmen, meskipun sudah ada pakta integritas. Ia akan mempertegas bahwa tidak akan memberikan peluang kepada siapa pun untuk mencoba memengaruhi. 

“Gaya hidup yang sederhana perlu dicontohkan di MA. Misalnya membuat acara yang tidak jelas, sehingga akan menimbulkan pertanyaan kurang baik,” beber Sigid.

Sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Makassar, setiap menyelesaikan perkara, maka putusannya akan dibuat dan diunggah sendiri oleh Sigid. Setelah diunggah di Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), kemudian Sigid berikan ke PP untuk proses minutasi. Meskipun kewalahan, Sigid tetap melakukannya. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memutus rangkaian kemungkinan pelanggaran, sehingga tidak akan ada mencoba untuk bermain perkara.

“Jika saya menjadi hakim agung, saya akan mengusulkan ke pimpinan agar putusan bisa langsung diunggah setelah diputus. Saya akan usulkan di MA ada SIPP. Minimal amar putusan bisa diunggah, tidak harus putusan lengkap dulu sehingga tidak ada kesempatan untuk dimainkan,” pungkas Sigid. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait