CHA Heru Pramono: Integritas Hakim Bukan Pemberian, Karenanya Harus Dijaga
Peserta kedua seleksi wawancara calon hakim agung adalah Heru Pramono. Ketua Pengadilan Tinggi Lampung yang baru saja dilantik ini ditanya seputar integritas hakim yang merupakan harga mati.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Peserta kedua seleksi wawancara calon hakim agung adalah Heru Pramono. Ketua Pengadilan Tinggi Lampung yang baru saja dilantik ini ditanya seputar integritas hakim yang merupakan harga mati. Calon berpendapat bahwa integritas harus dilihat satu paket dengan manajemen risikonya. 

Setidaknya ada tiga fokus penting dalam memetakan identifikasi risiko sebagai alat ukur integritas.  Pertama, penerimaan gratifikasi dan suap. Kedua, penyalahgunaan wewenang. Ketiga adalah benturan kepentingan.

"Misalnya penerimaan gratifikasi mitigasinya tentu pimpinan harus jadi role model, itu utama. Selain itu, peraturan juga sudah banyak sebenarnya yang untuk memitigasi seperti PERMA 7 Tahun 2014 tentang Disiplin Hakim, dan PERMA 9 Tahun 2016 tentang whistleblower system, sehingga hal itu bisa digunakan," jelas Heru.

Tidak puas dengan jawaban yang dinilai normatif, panelis menggali lebih jauh mengenai upaya konkret calon dalam menjaga integritas. Heru menjelaskan perannya nanti bila terpilih sebagai hakim agung. Ia tegas akan senantiasa mengawasi asisten dan staf-nya, sedangkan bentuk pemeliharaan kepada sesama hakim agung akan ia laksanakan memalaui pemanfaatan whistleblower system.

Berpengalaman menjadi pimpinan pada tingkat pertama dan banding, Heru mengulang bahwa betapa besarnya pengaruh sikap pimpinan terhadap integritas anggota. Banyak hal yang bisa dilakukan sebagai pimpinan, setiap pemimpin harus siap menjadi role model.

"Pengalaman saya menjadi pimpinan, saya selalu bilang bahwa integritas bukan pemberian yang tidak jatuh dari langit, tetapi harus dibangun, dipelihara dan dijaga. Ketika kemarin mengumpulkan para pimpinan pada tingkat pertama, saya sampaikan bahwa bila pimpinan pengadilan tinggi melakukan pengawasan dilarang memberi sambutan yang berlebihan, apalagi gratifikasi apapun. Hal ini pentingnya pimpinan memberi contoh, namun itu tidak cukup perlu ada monev untuk menilai sejauh mana itu dilaksanakan," lanjut Heru. 

Di akhir pemaparannya, Heru meyakinkan bahwa jika dalam diri hakim telah terbentuk integritas, maka pengaruh penggugur integritas dan oknumnya akan menjauh secara sendirinya. Di sini lah Heru menilai bahwa internalisasi dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sangat diperlukan. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait