KY Terima Ratusan Civitas Fakultas Syari’ah UIN Salatiga
Komisi Yudisial (KY) menerima kunjungan studi dari Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga pada Selasa (06/06) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) menerima kunjungan studi dari Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga pada Selasa (06/06) di Auditorium KY, Jakarta. Rombongan yang terdiri dari ratusan mahasiswa dan dosen ini dipimpin oleh Wakil Dekan Bidang Akademik Farkhani dan diterima langsung oleh Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Juma’in.

Dalam pengantarnya, Farkhani menyampaikan terima kasih banyak kepada KY yang telah menerima kedatangan Fakultas Syari’ah UIN Salatiga dengan baik. Tujuan kedatangan ke KY adalah untuk mendapat pengetahuan tentang peradilan, khususnya mengenai KY.

“Semoga dari audiensi ini mahasiswa kami mendapat ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, dan kelak dapat berkontribusi dalam dunia peradilan mengikuti jejak senior mereka,” harap Farkhani.

Dalam audiensi tersebut, Juma’in menjelaskan tentang wewenang dan tugas yang dimiliki oleh KY. Juma’in menekankan bahwa KY adalah lembaga pengawas eksternal perilaku hakim, bukan putusan hakim. Menurut Juma'in, hal ini perlu diluruskan karena masyarakat masih ada yang datang ke KY agar KY dapat melakukan intervensi terhadap proses atau putusan pengadilan. 

“Kewenangan KY objeknya adalah perilaku hakim. Terkait putusan, maka KY tidak dapat ikut campur dalam ranah teknis yudisial. Termasuk ikut campur dalam rumor putusan Mahkamah Konstitusi yang dihembuskan Denny Indrayana,” jelas Juma’in.

Untuk memperdalam materi, dilakukan sesi tanya jawab yang disambut antusias peserta audiensi. Salah satu bertanya mengenai kewenangan KY untuk melakukan pengawasan hakim konstitusi. Juma’in menjawab bahwa KY pernah memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan hakim konstitusi yang tertuang dalam Perpu yang merupakan dampak dari penangkapan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Namun Perpu tersebut dilakukan judicial review ke MK, dan MK memutus untuk menghapus kewenangan tersebut, termasuk kewenangan pembentukan Majelis Kehormatan MK.

“Jadi sampai sekarang KY tidak melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi. KY hanya melakukan pengawasan terhadap hakim di bawah Mahkamah Agung (MA),” jawab Juma’in.

Salah satu peserta menanyakan mengenai kewenangan KY melakukan rekrutmen hakim ad hoc. Padahal di UUD NRI Tahun 1945 hanya mengatur tentang rekrutmen calon hakim agung (CHA). Juma’in menjelaskan bahwa memang di UUD NRI Tahun 1945 KY hanya melakukan rektrutmen terhadap CHA. Namun, dalam UU KY, terdapat pasal yang frasanya berbunyi “dan hakim ad hoc di MA”. Kewenangan tersebut pernah pula dilakukan judicial review ke MK. Namun, MK dalam putusannya menolak seluruh gugatan tersebut, dan kewenangan rekrutmen calon hakim ad hoc di MA tetap berada di KY. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait