Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA Petrus Paulus Maturbongs: Tak Hanya Ditambah, Kualitas SDM Hakim Perlu Ditingkatkan.
eserta kedua di hari ketiga Wawancara Terbuka Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA adalah Petrus Paulus Maturbongs yang merupakan hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jayapura secara daring karena tidak memungkinkan hadir secara langsung.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Peserta kedua di hari ketiga Wawancara Terbuka Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA adalah Petrus Paulus Maturbongs yang merupakan hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jayapura secara daring karena tidak memungkinkan hadir secara langsung. Petrus Paulus Maturbongs mendapat pertanyaan terkait gagasan untuk perbaikan dunia peradilan, khususnya dalam hal penataan sistem peradilan dalam kaitanya dengan kepuasan masyarakat.

Menurut Petrus yang berpengalaman menjabat selama 11 tahun sebagai hakim ad hoc tipikor di daerah menjelaskan, permasalahan yang sering terjadi adalah peradilan di Indonesia ini masih belum memuaskan masyarakat, sehingga nyaris banding dan kasasi bahkan PK.

“Secara sosiologis, orang pasti akan melakukan upaya hukum, perlindungan terhadap hak-hak asasi. Bukan karena peradilan kita tidak baik. Mereka mempunyai hak sesuai asas equality before the law. Kami sebagai hakim harus menerima upaya banding, kasasi, PK tersebut,” ujar Petrus, Jumat (4/12) via Zoom.

Salah satu solusi menurut Petrus adalah dengan penyiapan penambahan tenaga hakim yang harusnya maksimal, yaitu 60 orang, dan sistem pembagian kamar-kamar. Penanganan perkara secara profesional oleh hakim-hakim yang berintegritas, taat pada aturan dan norma hukum,” sambungnya optimis.

Anggota KY Sumartoyo menggali lebih lanjut terkait pandangan dan solusi penanganan perkara kepada pria kelahiran Merauke ini.  “Bagaimana pendapat Saudara calon tekait banyaknya putusan pidana korupsi yang tidak diajukan saat masih ada Artidjo Alkotsar? Ketika beliau pensiun, kemudian berbondong-bondong mengajukan PK?” tanya Sumartoyo.

Menanggapi pertanyaan tersebut Petrus menuturkan bahwa pelaku pemberantasan korupsi yang terbukti bersalah mendapatkan hukuman berat. “Dalam rangka pemberantasan korupsi kita harus membuat putusan yang layak. Jika semua hakim menerapkan itu, upaya banding berkurang. Jadi bukan saja penambahan hakimnya tapi juga kualitas hakimnya itu harus dapat menerapkan hukum yang baik dan berkeadilan, dengan menjatuhkan hukum yang layak bagi pelaku,” ungkapnya.

Kesimpulannya menurut Petrus, sumber daya manusia untuk tenaga hakim itu harus berintegritas, untuk dapat mencapai visi misi sesuai blueprint MA tahun 2035 yang salah satu poinnya adalah untuk memiliki sumber daya manusia dunia peradilan yang berintegritas dalam memutus perkara, sehingga, “rasa keadilan dapat diterima oleh masyarakat dan menerima putusan hakim dari tingkat bawah hingga ke tingkat atas, sehingga perkara tidak tertunda, menumpuk,” pungkas Petrus. (KY/Yuni/Festy)


Berita Terkait