KY Buka Penerimaan Calon Hakim Agung dan Calon Hakim ad hoc pada MA Tahun 2019
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada Azhari saat konferensi pers pada Selasa (28/05) di Ruang Press Room KY

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) kembali membuka penerimaan calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA) Tahun 2019 untuk memenuhi permintaan Mahkamah Agung (MA). Pada seleksi kali Ini, MA membutuhkan sebelas orang hakim agung dan sembilan orang hakim ad hoc pada MA.
 
Berdasarkan surat kedua Wakil Ketua MA RI Bidang NonYudisial Nomor 22/WKMA-NY/5/2019 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Agung tanggal 22 Mei 2019, MA membutuhkan sebelas orang hakim agung dengan rincian, yaitu empat orang untuk kamar Perdata, tiga orang untuk kamar Pidana, dua orang untuk kamar Militer menggantikan, satu orang untuk kamar Agama, serta satu orang untuk kamar Tata Usaha Negara (TUN) dengan keahlian khusus pajak.
 
Sementara kebutuhan untuk hakim ad hoc pada MA berjumlah sembilan orang dengan rincian: tiga hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi pada MA dan enam hakim ad hoc Hubungan Industrial pada MA. Untuk hakim ad hoc Hubungan Industrial pada MA berasal dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sebanyak tiga orang dan  Serikat Pekerja/Serikat Buruh berjumlah tiga orang.
 
Dalam konferensi pers pada Selasa (28/05) di Ruang Press Room KY, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada Azhari menyampaikan bahwa kebutuhan yang mendesak adalah CHA kamar TUN dengan keahlian khusus pajak hakim ad hoc Hubungan Industrial pada MA. KY sudah pernah mengusulkan, tetapi ditolak.
 
“Untuk kamar TUN, UU mengharuskan CHA adalah sarjana hukum. Sedangkan hakim yang berada di bawah Dirjen Pajak banyak yang latar belakang sarjana ekonomi atau akuntansi. Hal tersebut dapat dimaklumi karena permasalahan hukum di MA lebih kompleks. Mungkin ke depan bisa diusulkan agar hakim dengan kebutuhan khusus tidak harus linier pendidikannya di bidang hukum,” papar Aidul.
 
Sedangkan untuk hakim ad hoc Hubungan Industrial pada MA, kesulitannya adalah KY dan DPR harus menyetujui calon hakimnya satu pasang. Satu perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan satu perwakilan APINDO. Tidak bisa memilih hanya salah satu, karena hal tersebut sudah merupakan perintah UU.
 
“Kami pernah meloloskan dua pasang hakim ad hoc Hubungan Industrial ke DPR. Tapi yang disetujui oleh DPR hanya satu pasang.
 
Sebenarnya DPR mengganggap satu calon hakim lagi layak, tapi pasangannya calon hakim lain dianggap masih belum layak, sedangkan tidak boleh memilih hanya satu. Oleh karena itu mau tidak mau keduanya harus digugurkan,” jelas Aidul. (KY/Noer/Festy)
 

Berita Terkait