Sengketa Pers Harus Lalui Mekanisme Dewan Pers
Workshop Sinergisitas KY dengan Media Massa berlanjut. Di sesi kedua hari kedua, media diajak diskusi tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemberitaan di Media Massa.

Bogor (Komisi Yudisial) - Workshop Sinergisitas KY dengan Media Massa berlanjut. Di sesi kedua hari kedua, media diajak diskusi tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemberitaan di Media Massa. Hadir sebagai narasumber adalah Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz dan Pakar Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dadang Rahmat Hidayat.
 
Abdul manan menjabarkan, sengketa muncul karena ada ketidakpuasan pihak dari pemberitaan di media. Dari skala kecil, seperti typo yang cukup ralat atau koreksi. Hingga kasus serius yang harus diselesaikan melalui melalui hak jawab atau mediasi di Dewan Pers.
 
"Saat ini tren pengaduan masyarakat ke Dewan Pers cenderung bertambah. Ada dua kemungkinan, yakni kesadaran masyarakat melapor kepada Dewan Pers semakin bertambah, atau kredibilitas jurnalis semakin turun. Dari banyak kasus, akurasi dan ketidakberimbangan yang paling banyak dilaporkan, terutama di media online," jelas Abdul Manan.
 
Lebih lanjut ia menjelaskan, Dewan Pers akan menilai tiga poin untuk menentukan apakah sengketa pers atau dapat dilanjut ke ranah pidana. Apakah pemberitaan itu ditulis seorang wartawan, apakah perusahaannya merupakan media sesuai undang-undang, dan apakah merupakan hasil karya jurnalistik.
 
“Karya jurnalistik tersebut adalah produk dari wartawan, dipublikasikan oleh pers yang memenuhi ketentuan baik UU pers maupun kode jurnalistik. Jika suatu publikasi itu memenuhi standar sebagai karya jurnalistik, maka jika terjadi permasalahan bisa dibantu oleh dewan pers,” jelas Abdul Manan.
 
Sementara Donal Fariz menyatakan, maraknya upaya kriminalisasi pengungkapan kasus korupsi yang menjadi pemberitaan pers menjadi permasalahan serius. Kecenderungan sekarang, tidak hanya aktivis, jurnalis juga diserang oleh pihak yang tidak suka. Dampaknya akan mengancam kemerdekaan pers dan mengancam partisipasi publik. 
 
“Peran Dewan Pers untuk melindungi pers yang bekerja profesional dan sesuai dengan kode etik jurnalistik menjadi sangat penting. Termasuk juga melindungi narasumber apabila ada pihak yang keberatan terhadap pemberitaan. Bahkan, keberatan terhadap pernyataan narasumber di media banyak dilaporkan ke kepolisian. Jika terjadi hal itu, maka kepolisian wajib berkoordinasi dengan Dewan Pers sebelum menggunakan peraturan perundang-undangan lainnya,” beber Donal.
 
Dadang Rahmat Hidayat memaparkan bahwa sikap jurnalistik terhadap hukum dan etika jurnalistik terbagi dua. Ada yang menganggap jaminan perlindungan profesionalisme dianggap positif, ada yang menganggap jebakan/jerat ketakutan ancaman dianggap negatif.
Urgensi hukum dan etika dalam aktivitas jurnalisme sangat penting. 
 
“Ada kesepakatan  apabila ada perkara terkait media maka diselesaikan melalui Dewan Pers terlebih dahulu. Kunci utama perlindungan media ada pada pandangan, pendapat yang disampaikan benar.  Terakhir butuh kompetensi, etika, dan knowledge requirement bagi jurnalis. Perlindungan hukum itu harus dimulai dari memahami siapa diri kita,” pungkas Dadang.
 
Saat menutup acara, Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Roejito menjelaskan kegiatan ini diharapkan menumbuhkan  komunikasi untuk mencari solusi bersama antara KY dan media massa.
 
“Media adalah jembatan emas komunikasi antara KY dengan masyarakat. KY bisa terkenal karena media. KY dianggap macam ompong juga karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kinerja KY dari media. Untuk itu diharapkan Forjuky nantinya akan ada kesinambungan untuk dapat membantu KY untuk menyampaikan informasi kepada kawannya yang di daerah. Sebab pemberitaan kinerja KY merupakan bentuk pertanggungjawaban KY kepada publik,” tutup Roejito menutup rangkaian acara secara resmi. (KY/Noer/Festy)
 

Berita Terkait