KY Berhasil Jika Hakim Berkomitmen Melaksanakan KEPPH
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari usai seminar nasional “Tantangan dan Harapan Komisi Yudisial Republik Indonesia”, Senin (23/04) di Aula Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (FH Unsrat), Manado, Sulawesi Utara.

Manado (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) merupakan lembaga mandiri yang melakukan pengawasan eksternal terhadap hakim. Namun, pengawasan yang dilakukan KY hanya terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Terkait pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim, KY dan Mahkamah Agung (MA) tidak berwenang melakukan pengawasan tersebut.
 
“Jika terkait implementasi prinsip berdisiplin tinggi dan bersikap profesional, maka dapat dilakukan pemeriksaan oleh MA atau pemeriksaan bersama MA-KY atas usulan KY. Sedangkan jika ada pelanggaran KEPPH yang merupakan pelanggaran hukum acara, maka KY akan mengusulkan kepada MA untuk ditindaklanjuti,” urai Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari dalam seminar nasional “Tantangan dan Harapan Komisi Yudisial Republik Indonesia”, Senin (23/04) di Aula Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (FH Unsrat), Manado, Sulawesi Utara.
 
Dalam paparannya, Aidul menjelaskan bahwa KY masih memiliki keterbatasan dalam melakukan tugas sebagai pengawas hakim. Hal tersebut tidak terlepas dari luasnya wilayah Indonesia, sedangkan KY hanya memiliki satu kantor pusat dan 12 penghubung di daerah.
 
“Jadi jika ditanya apakah KY sudah berhasil melakukan pengawasan terhadap pelanggaran KEPPH, jawaban saya belum. Karena masih saja ditemukan pelanggaran KEPPH, walaupun trennya tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya,” jelas Guru Besar FH Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.
 
Seminar nasional tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut MoU antara KY dengan FH Unsrat. Pada kesempatan tersebut, Aidul juga mengukuhkan 30 mahasiwa yang merupakan peserta klinik etik KY. Program ini merupakan salah satu program kerja sama antara FH Unsrat dengan KY untuk mencetak calon hakim andal di masa depan.
 
“Semoga para peserta klinik etik ini dapat menjadi hakim yang memiliki etik yang kuat selepas lulus dari kampus. Saya mengharapkan rekrutmen hakim ke depan memperhatikan fair selection yang sesuai dengan kearifan masyarakat lokal. Karena yang paling mengerti keadaan suatu daerah adalah mereka yang merupakan kelahiran dan besar di daerah tersebut, sedangkan standar tiap FH di Indonesia itu berbeda,” pungkas Aidul. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait