Mahasiswa FH UNG Berharap KY Punya Kewenangan Eksekutorial
enaga Ahli KY Totok Wintarto menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (FH UNG) ke KY, Senin (26/3) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) memberikan rekomendasi sanksi terhadap hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, rekomendasi sanksi ini seringkali diabaikan MA dengan alasan teknis yudisial. Fungsi pengawasan tentu akan lebih efektif apabila putusan KY bersifat mengikat (eksekutorial) terhadap hakim.
 
Topik itu dibahas saat kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (FH UNG) ke KY, Senin (26/3) di Auditorium KY, Jakarta.
 
"Mengapa KY tidak menjadi eksekutornya? Mengapa sanksi KY harus dalam bentuk rekomendasi?," tanya Yusrin kepada Tenaga Ahli KY Totok Wintarto.
 
Menurut mahasiswa semester empat FH UNG, hal itu menjadikan posisi KY terlihat lemah di mata hakim dan masyarakat.
 
Menjawab pertanyaan itu, Totok Wintarto menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. UU mengatur bahwa KY mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran KEPPH kepada MA. Ia mengapresiasi pendapat kritis mahasiswa tersebut.
 
"Bagi KY, usulan saudara sangat bagus, tetapi UU mengatur demikian. Silahkan tuangkan gagasan-gagasan itu dalam bentuk tulisan agar ada pembahasan lebih lanjut. Mari kita viralkan," ujarnya.
 
Dengan munculnya gagasan-gagasan seperti itu, lanjut Totok,  akan membuka peluang untuk memperkuat kewenangan KY. Pasalnya, sanksi KY yang hanya sebatas rekomendasi sering diabaikan oleh MA. Di tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi terhadap 58 hakim. Namun, oleh MA, hanya 9 yang langsung ditindaklanjuti. Sementara mayoritas tidak dapat ditindaklanjuti karena alasan teknis yudisial.
 
"Semoga dalam 5 atau 10, atau mungkin 50 tahun lagi, KY berubah namanya menjadi Mahkamah Yudisial atau Mahkamah etik yang memiliki kewenangan eksekutor bagi pelanggar etika sehingga tak hanya rekomendasi," pungkas Totok. (KY/Eva/Festy)

Berita Terkait