KY Tidak Berwenang Awasi Hakim Konstitusi
Kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (FH Unikal) ke Komisi Yudisial (KY), Senin (22/1)

Jakarta (Komisi Yudisial) – Pengawasan terhadap hakim konstitusi menjadi salah satu topik yang sering ditanyakan oleh mahasiswa fakultas hukum yang berkunjung ke Komisi Yudisial (KY), termasuk mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (FH Unikal). Mahkamah Konstitusi (MK) menolak diawasi lembaga eksternal, seperti KY.
 
“Dulu KY memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Hakim Konstitusi. Namun wewenang tersebut dilakukan judicial review oleh MK sendiri, dua kali malah. Sehingga sekarang Hakim Konstitusi tidak ada lembaga pengawasnya, berbeda dengan hakim di tingkat peradilan lain,” ujar Tenaga Ahli KY Totok Wintarto saat menerima audiensi dari FH Unikal, Senin (22/01) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Sebanyak 31 orang hakim agung, lanjut Totok, mengajukan permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Melalui Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006, beberapa kewenangan dalam pengawasan hakim dan hakim MK tidak berlaku.
 
“Terkait hakim konstitusi, putusan tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya. Padahal sebenarnya hakim MK tidak boleh memutus sesuatu yang tidak ada di dalam permohonan judicial review,” lanjut Totok.
 
Kemudian judicial review kedua berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Ketua MK M. Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Kala itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam rangka penyelamatan wibawa MK. Perppu Nomor 01 Tahun 2013 tersebut mengamanatkan dua kewenangan baru KY, yaitu membentuk panel ahli untuk melakukan rekrutmen hakim MK dan memfasilitasi pembentukan Majelis Kehormatan MK.
 
Kemudian DPR mengesahkan Perppu MK itu menjadi UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang Undang tertanggal 19 Desember 2013.
 
“Namun, UU tersebut diuji materi oleh gabungan advokat dan konsultan hukum yang menamakan Forum Pengacara Konstitusi serta sejumlah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember dengan perkara nomor 1-2/PUU-XII/2014. Dan lagi-lagi hakim MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pemohon yang dicantumkan dalam pengajuan uji materi undang-undang tersebut. Otomatis hingga saat ini hakim MK tidak ada yang mengawasi,” tutup Totok. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait