Calon Hakim ad hoc PHI Yoesoef Moesthafa: Kasus PHK Mendominasi Dunia PHI
Peserta nomor urut 13 dalam wawancara terbuka calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) adalah Yoesoef Moesthafa.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Peserta nomor urut 13 dalam wawancara terbuka calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) adalah Yoesoef Moesthafa. Pengalaman Yoesoef sebagai hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Semarang membuatnya memahami isu dan kendala yang terjadi selama menangani perkara perselisihan hubungan industrial. Menurutnya, sekitar 85% kasus yang terjadi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK).
 
“Kasus yang sering menonjol di ranah PHI selama 10 tahun adalah kasus PHK yang dialami oleh pekerja,” Kata Yoesoef, saat menjawab pertanyaan dari Panelis, Kamis (18/01) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Sedangkan isu-isu lain yang hangat terjadi belakangan ini seperti Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang sangat berbeda-beda tiap kota. Isu lainnnya adalah terkait karyawan kontrak dan outsourcing.
 
“Antara pekerja, pengusaha dengan pemerintah seringkali tidak mendapat titik temu soal penerapan UMK di masing-masing kota berbeda. Terkadang penetapan suatu UMK didasari dengan kondisi buruh yang masih lajang, padahal biasanya buruh sudah beristri dan memiliki anak. Isu seperti ini sering saya temui belakangan ini,” terang Yoesoef.
 
Ia pun ditanya terkait dengan outsourcing. “Apakah outsourcing menjadi bagian masalah atau solusi?’ tanya Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi.
 
Menurut Yoesoef, outsourcing seperti keping mata uang. Di satu sisi bisa menjadi solusi ketika bisa menampung beberapa angkatan pekerja. Di sisi lain menjadi masalah ketika seorang buruh sudah mengabdi bertahun-tahun di perusahaan tersebut namun tidak mendapat jaminan hari tuanya. Untuk itu, penting bagi perusahaan menunaikan kewajiban normatifnya.
 
“Jika saya terpilih menjadi hakim tingkat kasasi, maka perlu mendorong Mahkamah Agung untuk melakukan imbauan kepada perusahaan-perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban normatifnya pada pekerja, seperti santunan apabila ada pekerja yang sakit dan sebagainya. Hal ini juga perlu bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja untuk mensosialisasikan permasalahan ini kepada pengusaha dan buruh. Hal ini diharapkan bisa menekan potensi perselisihan hubungan industrial, seperti PHK dan permasalahan outsourcing lainnya,” tandas Yoesoef. (KY/Adnan/Festy)

Berita Terkait