CHA Sisva Yetti: Hanya Hakim yang Melanggar KEPPH Terganggu oleh KY
Hari keempat Seleksi Wawancara Calon Hakim Agung (CHA) untuk Kamar Agama ditutup oleh satu-satunya CHA perempuan Sisva Yetti.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Hari keempat Seleksi Wawancara Calon Hakim Agung (CHA) untuk Kamar Agama ditutup oleh satu-satunya CHA perempuan Sisva Yetti.
 
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Bandung ini menganggap bahwa UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan belum cukup mengakomodir perkara perceraian. Hal ini disebabkan ada diskriminasi terhadap gender, dimana jika yang mengajukan gugatan cerai adalah pihak istri maka tidak akan mendapatkan nafkah.
 
“Jika saya menangani perkara terkait talak, saya memperhatikan hak-hak istri. Namun saya selalu melihat fakta-fakta di persidangan, jika tidak bisa didamaikan maka saya mengabulkan gugatan perceraian tersebut,” ungkap Alumni IAIN Imam Bonjol Padang ini saat mengikuti wawancara terbuka CHA di Auditorium KY, Kamis (23/06).
 
Wanita kelahiran Bukit Tinggi, 24 April 1957 ini menyatakan, bahwa pembatasan perkara di Mahkamah Agung (MA) untuk Kamar Agama belum perlu dilakukan, sebab penyelesaian perkara di kamar Agama selama ini cepat. Untuk memaksimalkan kinerja MA agar tidak terjadi penumpukan perkara, peraih gelar Master dari Universitas Putra Bangsa menyarankan manajemen perkara MA dirubah dengan memakai sistem target.
 
“Selain itu bisa dilakukan juga pemaksimalan IT, memaksimalkan kontrol pengawasan perkara, dan meningkatkan limitasi perkara,” saran Ibu dari empat anak ini.
 
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram ini melihat sistem pengawasan dan pembinaan di MA saat ini sudah baik. Buktinya sudah banyak hakim dan panitera yang dipecat karena terbukti bersalah. Pengawasan Komisi Yudisial (KY) terkait Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim juga sangat membantu.
 
“Selama ini KY telah menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya, dan saya lihat hakim tidak merasa teraganggu independensinya. Mungkin yang menolak adalah hakim yang melanggar KEPPH, walaupun itu hanya oknum. Karena hakim dan panitera yang baik masih banyak,” jelas peraih gelar Doktor dari Universitas Islam Bandung. (KY/Noer/Jaya)
 

Berita Terkait