CHA Edi Riadi: Mediasi Terganjal Anggaran yang Minim
Edi Riadi yang merupakan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Sebagai Hakim Tinggi Agama

Jakarta (Komisi Yudisial) – Hari keempat seleksi wawancara calon hakim agung (CHA), Kamis (23/6) di Auditorium KY dilaksanakan untuk Kamar Agama. Sebanyak tiga CHA, yaitu Edi Riadi, Firdaus Muhammad Arwan, dan Sisva Yetti akan menjawab pertanyaan panelis yang terdiri dari Pimpinan dan Anggota KY dan panel ahli yang terdiri dari Prof. Dr. Franz Magnis Suseno (negarawan) dan Ahmad Kamil (Agama).
 
Peserta pertama adalah Edi Riadi yang merupakan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Sebagai Hakim Tinggi Agama yang berpengalaman, ia tidak setuju dengan perkembangan kasus perceraian saat ini di mana dalam perceraian alat bukti yang digunakan adalah kebendaan. Padahal, dalam Agama Islam sendiri itu dilarang. Harusnya, proses mediasi lebih diprioritaskan.
 
“Begitupun dengan hak anak di luar nikah, harusnya ayah harus bertanggungjawab dengan menafkahi anak tersebut. Karena hal tersebut merupakan hak asasi manusia,” jelas mantan Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) ini.
 
Peraih gelar Master dari Universitas Islam Jakarta ini menilai permasalah utama di pengadilan agama adalah anggaran untuk mediasi yang masih minim. Mediator haruslah profesional, namun tentu saja mereka tidak bisa dibayar murah. Sehingga menyebabkan hakim agama harus menjalankan pekerjaan ganda sebagai mediator, dan membuat perkara menjadi menumpuk.
 
“Boleh saja kita membuat peraturan tentang mediasi, namun pemerintah harusnya juga membuat anggaran yang masuk akal,” ujar peraih gelar Doktor dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
 
Hal lain yang disampaikan Edi adalah terkait pembinaan hakim karir. Ia berpandangan, hakim baru harusnya jangan ditempatkan di pelosok, tapi harus langsung diberdayakan di tempat yang banyak perkaranya.
 
“Sehingga mereka bisa belajar lansung bagaimana cara menyelesaikan perkara. Saya pernah ditempatkan delapan tahun di pengadilan terpencil, dan saya tidak belajar banyak. Jika saya tidak ditempatkan sebagai Asisten di MA, maka saya tidak akan punya kesempatan untuk mengembangkan wawasan saya,” ungkap mantan Panitera Muda Perdata Agama MA ini.
 
Untuk diketahui, dalam wawancara terbuka ini dicari satu orang CHA untuk mengisi Kamar Agama di MA. (KY/Noer/Festy)

 


Berita Terkait