Jakarta (Komisi Yudisial) – Pemerintah berencana akan memotong anggaran Komisi Yudisial (KY) sebesar 25,88 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 148.874.879.000 atau sebesar Rp 38,5 miliar di RAPBNP 2016. Akibat pemotongan anggaran tersebut, terdapat kegiatan penting dan menyangkut layanan kepada masyarakat dan stakeholder KY terpaksa tidak dapat dilaksanakan. Ada pula beberapa kegiatan yang harus diturunkan ouput-nya.
 
Sekretaris Jenderal KY Danang Wijayanto menyampaikan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR RI dengan KY dengan agenda pembahasan APBN Perubahan Tahun 2016 di Gedung Nusantara II DPR pada Selasa (7/6). Rapat dipimpin oleh Wakil Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman.
 
Pemotongan anggaran tersebut berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2016 dan Surat Menteri Keuangan Nomor: S-377/MK.02/2016 tanggal 13 Mei 2016 yang menindaklanjuti arahan Presiden mengenai Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Tahun Anggaran 2016.
 
Mendengar penjelasan dari KY, mayoritas Anggota Komisi III DPR yang hadir menyatakan penolakannya terhadap pemotongan anggaran di KY. Pemotongan anggaran tersebut selain besar juga mempengaruhi tugas dan fungsi utama KY, yakni melakukan rekrutmen hakim agung dan pengawasan hakim.
 
Wakil Fraksi PKB Jazilul Fawaid menyampaikan, pemotongan harusnya jangan sampai mempengaruhi dukungan teknis terhadap program utama KY. Bahkan Wakil Fraksi Partai Gerindra M. Syafi’I menyesalkan karena di antara lembaga negara yang hadir saat ini, anggaran KY paling kecil, tetapi pemotongan paling banyak.
 
“Apa ini ada upaya pelemahan terhadap KY? Apalagi dengan semakin gencarnya kasus yang melibatkan pelanggaran yang ditemukan dalam dunia peradilan. Kalau dipotong sebesar itu, kenapa tidak sekalian anggaran dibuat menjadi 0 (nol) dan KY dibubarkan saja?,” sungut M. Syafi’i.
 
Wakil Fraksi PDIP Junimart Girsang memberikan pandangan bahwa KY menjadi tumpuan masyarakat dalam pengawasan di dunia peradilan, dan harus didukung dengan sarana dan prasarana yang maksimal. Dengan anggaran yang rendah, diharapkan kinerjanya bisa tetap dioptimalkan. Namun keluarnya Inpres ternyata menyebabkan anggaran KY semakin kecil dan mempengaruhi kinerja core business.
 
“Seharusnya KY tidak mendapat pemotongan, malah harusnya ditambah anggarannya,” ujar Junimart Girsang.
Saat ditanya oleh Anggota DPR apakah pemotongan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan telah dikonsultasikan sebelumnya, kompak keempat lembaga negara yang hadir menyatakan tidak. Dalam Inpres, pemotongan difokuskan kepada perjalanan dinas. Namun dalam melaksanakan tugasnya, KY sangat membutuhkan perjalanan dinas, sebab Hakim yang diawasi tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia. Sedangkan KY hanya ada di pusat, dan didukung oleh Penghubung di 12 Provinsi. Kemungkinan Kementerian Keuangan tidak tahu hal tersebut.
 
“Kami sudah mencoba berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, namu tidak ditemukan titik temunya. Kami terpaksa melakukan pemotongan di core bussiness karena fix cost seperti gaji pegawai tidak bisa diganggu gugat,” jelas Danang Wijayanto.
 
Wakil Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsyi setelah mendengar jawaban Sekjen KY tersebut menyayangkan pemotongan yang dilakukan kepada KY.
 
“Anggaran harusnya berpihak kepada penegakan hukum,” ungkap Aboe Bakar Al-Habsyi.
 
Selain KY, hadir pula Sekjen Mahkamah Konstitusi, Pimpinan dan Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Sekjen Komnas HAM. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait