Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA Yarna Dewita: Koruptor Gunakan Modus Pencucian Uang
Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ketiga yang mengikuti wawancara terbuka adalah Yarna Dewita.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ketiga yang mengikuti wawancara terbuka adalah Yarna Dewita. Di awal wawancara, ia berpendapat bahwa korupsi adalah kejahatan yang merejalela dan sulit diberantas.

 “Sejak dulu pemberantasa korupsi telah dilakukan. Namun, saat jaman penjajahan ada ada dua dualisme, yaitu murni membela tanah air dan yang kedua adalah penjilat-penjilat. Mereka suka menjilat kepada penguasa untuk mendapatkan sejumlah uang. Jadi kenapa masih merajalela mungkin salah satunya merupakan budaya dari jaman kolonial dan kurangnya iman para oknum tersebut,” kata perempuan yang mengawali karier sebagai Manager HRD & Legal ini.

Menurut Yarna Dewita, orang-orang yang melakukan korupsi adalah orang yang rakus, tidak pernah merasa cukup. Oleh karena itu, maka harus ada formula untuk memberikan efek yang menjerakan bagi para pelaku korupsi. 

“Saya penah membaca literatur, salah satunya mungkin sanksi sosial, yaitu dia melakukan pekerjaan sosial. Misalnya membersihkan kamar mandi dengan ditonton oleh banyak orang. Hal itu adalah pekerjaan yang memalukan bagi dirinya, atau dikucilkan dari komunitasnya,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, ia juga menjelaskan tentang tindak pidana pencucian uang yang terdapat dalam UU No.8 tahun 2010. bahwa pelaku mendapatkan harta kekayaan atau uang dari hal-hal yang melanggar hukum.

“Koruptor bermaksud mencuci uangnya tersebut, maka dialihkannya dalam bentuk lain sehingga seolah-olah uang yang dicucinya itu menjadi uang yang legal. Bahwa uangnya didapat secara ilegal tetapi di hadapan hukum, di hadapan masyarakat seolah-olah dia dapat uang itu secara legal. Untuk diketahui bahwa tindak pidana pencucian uang itu berasal dari korupsi, narkotika, perdagangan orang, dan lain sebagainya,” ungkapnya. (KY/Priskila/Festy)


Berita Terkait