Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA Sinintha Yuliansih Sibarani: Setuju Hukuman Mati sebagai Efek Jera untuk Koruptor
Sinintha Yuliansih Sibarani merupakan calon hakim ad hoc yang merupakan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Memasuki hari kedua wawancara terbuka, Kamis (4/12) di Auditorium KY, Jakarta diikuti oleh lima orang calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA). Hadir sebagai tim panel adalah Anggota Komisi Yudisial,  pakar hukum Kamar Tipikor H. Parman Soeparman dan Prof. Bagir Manan mewakili unsur negarawan. 

Sinintha Yuliansih Sibarani merupakan calon hakim ad hoc yang merupakan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang. Prof. Bagir Manin bertanya mengapa diperlukan Pengadilan Tipikor. Sinintha menjawab bahwa berdirinya pengadilan Tipikor berdasarkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Undang-Undang No.30 Tahun 2002 yang mengamanatkan pembentukan pengadilan tipikor mengingat korupsi adalah bentuk extraordinary crime.

“Seiring berjalannya waktu, pengadilan tipikor diadakan judicial review dikarenakan berdirinya tidak sah karena harus berdasarkan UU yang berbeda. Pada tahun 2009, berdirilah UU tipikor berdasarkan UU No.46 tahun 2009. Jadi, pengadilan tipikor adalah pengadilan khusus yang memang dibentuk untuk menangani extraordinary crime,” ujar hakim ad hoc Tipikor yang juga menjadi dosen ini. 

Dalam melaksanakan tugas sebagai hakim, belum ada penerapan hukuman mati dalam perkara korupsi. Namun, ia setuju dengan penerapan hukuman mati agar ada efek jera terhadap tindak pidana korupsi.

“Selain sanksi badan, sebenarnya sudah banyak wacana-wacana yang diajukan seperti pemiskinan koruptor, adanya kerja paksa, dan itu semua sudah menjadi kajian. Namun, memang pelaksanaannya belum sampai di tingkat eksekusi,” ujarnya.

Sinintha sempat memberikan usulan yang nantinya akan dibawa ke MA bila nanti dirinya lolos dan menjadi hakim ad hoc tipikor di tingkat kasasi. Menurutnya perlu adanya keseriusan dan keteladanan dari para pemimpin dan pelatihan serta pembinaan serta pengawasan untuk sistem yg dijalankan atau dilaksanakan. 

“Saya menawarkan metode istilah kuda, yaitu knowledge, understanding, decision dan action dan saya akan coba untuk terus menerus dipraktikkan di dalam melaksanakan apa yg sudah dicanangkan oleh MA sendiri,” kata dosen Universitas Pancasila mata kuliah Tipidsus ini. (KY/Priskilla/Festy)


Berita Terkait