Banyak Penghinaan Pengadilan, Hakim Minta UU Contempt of Court Segera Disahkan
Ketua Pengadilan Negeri Bandung Edison M dalam Simposium Pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dalam rangka Program Peningkatan Integritas Hakim Tahun 2019, di Hotel Golden Flower, Bandung (12/9).

Bandung (Komisi Yudisial) – “Tadinya, para hakim kalau mendengar nama KY rasanya agak gimana. Karena selalu berkaitan dengan penegakan disiplin kode etik dan perilaku hakim, sehingga begitu ada KY datang kita deg-degan ini ada apa lagi. Ternyata di KY, ada bidang advokasi hakim dalam rangka menjaga marwah hakim. Rasanya, kita sudah bersahabat dengan KY kalau ada seperti ini. Cuma sayangnya ini belum terpublikasikan kepada kita semua bahwa di KY itu ada bidang ini. KY adalah sahabat dan rekan kita dalam rangka untuk meningkatkan wibawa lembaga peradilan".
 
Demikian disampaikan Ketua Pengadilan Negeri Bandung Edison M dalam Simposium Pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dalam rangka Program Peningkatan Integritas Hakim Tahun 2019, di Hotel Golden Flower, Bandung (12/9).
 
Dalam kesempatan itu Edison mengatakan, bagaimanapun baiknya seorang hakim, sehebat apapun pengadilan, selalu saja akan ditemukan pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan. “Pengadilan itu bukan saya, bukan juga KY, pengadilan itu adalah kita semua. Hidup ini ada aturan main yang disepakati bersama, jika tidak berlaku hukum rimba. Konstitusi kita sudah jelas,” tegasnya.
 
Edison melanjutkan, untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu adanya undang-undang yang mengatur contempt of court.
 
"UU ini mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan atau ucapan yang dapat merendahkan dari rongrongan kewibawaan, martabat, dan  kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai contempt of court,” ujar Edison.
 
Lebih lanjut, Edison juga memaparkan beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang hakim, yaitu akuntabilitas, integritas moral dan etika, transparansi, pengawasan (kontrol), serta profesionalisme. Begitu pula ia menuturkan beberapa hal yang dapat mempengaruhi kinerja hakim sendiri, antara lain lembaga-lembaga diluar badan-badan peradilan baik eksekutif, legislatif, lembaga internal di dalam jajaran kekuasaan kehakiman sendiri, pengaruh-pengaruh pihak yang berperkara, pengaruh tekanan-tekanan masyarakat baik nasional maupun internasional, dan pengaruh-pengaruh yang bersifat “trial by the press.”
 
“Yang terakhir untuk menghindari contempt of power adalah dengan menerapkan pola pikir: saya bekerja dalam pengabdian, saya menerima gaji menurut peraturan, di luar itu tidak," tandasnya. (KY/Yuni/Festy)

Berita Terkait